Senin, 16 September 2019

Maafkan aku ibu..

Sudah 7 bulan ini, prahara tak henti-henti menerpa keluargaku. Silih berganti bak palu godam yang menghantam bangunan kokoh yang berdiri tegak. Dimulai dari kakak angkatku,  Mbak Rida yang minggat entah kemana, mobil bapakku yang menabrak di depan Kebun Tebu Mas (KTM) Ngimbang, hingga masalah finansial yang membelit perekonomian keluargaku bak ular piton yang meremas mangsanya.
Allohuakbar.. Alloh Maha Besar dengan kerajaannya dan semua keanekaragaman mahluk ciptaanNya. Sungguh.. Kutak kuat menatap dan menghadapi ini semua. Otak kecilku, yang masih terbilang masa pubertas sulit untuk menerjemahkan ujian Allah yang datang silih berganti.
Suasana senyum bahagia, gelak tawa mulai tak terdengar dan tak terlihat di meja makan kalau sore. Yang biasanya, aku berebut ikan ayam sama adikku. Ibu sakit-sakitan dengan beban pikiran yang berlebihan ditambah lagi sekarang beliau sekarang hamil tua, yang mungkin kelahirannya nanti akan menjadi adik keduaku.
Bapak jarang banget pulang, aku menyadari beban hutang yang melilit harus ditambal dengan kerja keras dan banting tulang. Sehingga jarang sekali pulang kecuali ada sesuatu yang sangat penting..
Aku sulit menerjemahkan semua ini, aku hanya pengen keluarga bahagia tak lebih dari itu. Rangking 1 dan 2 yang selalu menghiasi rapotku di kala aku masih SD mungkin bisa menjadi kumpulan nilai merah yang tertulis di rapot SMPku yang sekarang aku di kelas 9. Tawaran merokok, bolos sekolah, bahkan mencuri mangga tetangga aku lakukan. Hanya semata-mata untuk melupakan permasalahan yang ada di otakku. Ditambah kumpulan nasehat bijak dari nenek yang dikemas tajam, sering bikin aku oleng dalam menatap masa depan.
Ohh Tuhan.. Aku, ibuku, bapakku, adikku, mbakku, nenekku dan keluargaku hanyalah wayang wayang yang kau mainkan ruwet seperti ini. Sungguh ku tak kuat.. Ku mohon.. Ringankanlah beban ini.. Pundak kecilku tak mampu menanggung semua ini.
Dan khusus ibu.. Maafkan anak sulungmu. Belum bisa buatmu tersenyum bangga, menangis bahagia karena prestasi. Malah menambah beban pikiranmu.
Tak ada niat menyiksa batinmu dengan semua ulahku.. Ku hanya pengen semuanya kembali seperti dulu. Saat kita berkumpul dengan keluarga, makan di restoran. Dan dengan polos aku makan dua porsi makanan kesukaanku.

Ngimbang gersang tandus, 17 September 2019. Seorang yang ringkih dan ingin menatap masa depan dengan optimis.

Cerpen ini ditulis Pak Suhari, untuk siswanya yang lagi berjuang untuk menjadi pria dewasa, meski sebelum waktunya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar